Pages

Minggu, 13 November 2016

Menikmati Kopi ala Kafe dengan Harga Kaki Lima

 SLEMAN-Menikmati kopi dengan cara seduh manual tak harus di kedai-kedai kopi. Di sebuah titik di Jl. Magelang KM 6, Sleman, tepatnya di depan diler Chevrolet, terdapat sebuah kedai kopi keliling yang menyajikan kopi seduh manual.


Kofieta, nama kedai kopi keliling yang mangkal di Jl Magelang KM 6. Kofieta tidak memiliki arti khusus. Kedai itu kepunyaan Ismail Malik, pria kelahiran Jakarta, 6 April 1978. Pencinta kopi ini membuka usahanya pada 14 Mei 2015. Awalnya dia buka di depan UNY sebelum pindah ke Jl Magelang.
Malik ingin menawarkan sebuah konsep baru bagi penikmat dan pencinta kopi di DIY. Menurutnya di luar negeri, kedai kopi keliling dengan cara manual brew atau seduh langsung di depan pembeli bukan hal yang asing. Di Indonesia pun sudah mulai populer. Namun, di DIY, ia menilai menikmati kopi dengan cara demikian belum begitu familiar.
“Awalnya, karena saya penggemar kopi, ingin punya usaha kopi yang enggak terpaku sama tempat. Maunya yang mobil,” ujar dia kepada Harianjogja.com ketika ditemui di tempat mangkalnya, Sleman,
Pria berusia 37 tahun ini menarik gerobaknya menggunakan sepeda motor dari tempat tinggalnya di Mlati, Sleman yang jaraknya kurang lebih dua kilometer dari tempatnya berjualan. Barang yang dibawa meliputi air, kompor gas, tabung gas, cup, timbangan, ketel leher angsa (agar bisa mengontrol aliran air), termometer, timer, serta perlengkapan menyeduh kopi seperti V 60 coffee dipper, hand grinder, filter paper, dan french press.
Ia juga membawa empat jenis kopi yakni Aceh Gayo, Papua Wamena, Sunda Kamojang, dan Blue Lintong. Dia berencana menambah satu jenis kopi lagi, yakni Ciwidey Bandung. Pria yang pernah tinggal di Makassar ini mengaku cukup repot juga untuk membawa peralatan itu dalam gerobak. Namun, karena konsep yang dipilih adalah kedai kopi keliling, kerepotan itu dia abaikan.
Dalam menyajikan kopi buatannya, ia menggunakan takaran skala 1:10 untuk mengejar rasa, agar tidak terlalu pahit dan tidak terlalu berair. Sebelum membuat kopi, terlebih dahulu ia menimbang kopi sebanyak 20 gram. Air yang digunakan sebanyak 200 gram air. Setelah itu, ia memanaskan air hingga suhu 85 sampai 87 derajat Celcius yang diukur dengan termometer. Sembari menunggu air mencapai suhu yang diinginkan, pira yang akrab disapa Malik ini menghaluskan kopi sampai tingkat kehalusan yang diinginkan.
Ia kemudian menyiapkan V60 yang bagian dalamnya dilapisi dengan filter paper yang terbuat dari serat bambu. Sebelum digunakan untuk menyeduh kopi, terlebih dahulu filter paper tersebut dibilas dengan air panas agar aroma kertasnya berkurang. Setelah itu, kopi yang sudah dihaluskan dimasukkan dalam filter paper dan diseduh dengan air panas dengan teknik pour over.
“Penyeduhan berlangsung selama dua hingga tiga menit. Maksimal empat menit agar tidak terlalu pahit,” ungkap dia.
Selain menjual dengan manual brew yang tanpa ampas, ia juga melayani permintaan through brew atau yang lebih dikenal dengan kopi tubruk. Harga yang dibanderol yakni Rp12.000 per cangkir untuk manual brew dan Rp10.000 untuk tubruk dan french press.
Pelanggannya pun belum banyak. Namun, ia menyadari sebagai pemain baru, ia harus konsisten dalam berjualan dan menjaga kualitas. Dalam sehari, rata-rata ia menjual dua cangkir kopi, paling banyak delapan cangkir. Sepinya pembeli justru melecut semangatnya untuk menekuni bisnis yang ia rintis tiga bulan lalu.
“Bukanya juga belum sering. Pas Ramadan juga tidak aktif jualan. Kalau sekarang sepekan buka enam hari,” ungkap dia.
Ia juga menerima pesanan, misalnya diminta datang ke suatu tempat untuk menyajikan kopi. Namun, ada syarat yang berlaku yakni minimal ada pemesanan 10 cangkir kopi.
Dia mengaku masih belajar karena masih banyak ilmu tentang kopi yang harus ia ketahui. Ia berharap, usahanya bisa menjadi semakin besar dan rasa kopi yang dihasilkan semakin enak. Menurutnya, teknik menyeduh yang benar, akan mampu memunculkan setiap karakter dari setiap jenis kopi.
Salah satu pembeli, Dewi mengaku senang dengan adanya kedai kopi keliling. Penikmat kopi ini mengaku penasaran dengan Kofieta pada awalnya. Setelah mencoba, ia mengaku cocok. Alasannya, pertama karena faktor ekonomi. Di Kofieta, ia bisa menikmati kopi ala kafe dengan harga kaki lima. Di kafe, harga kopi seduhan bisa mencapai Rp30.000.
“Selain itu, saya bisa tanya-tanya langsung sehingga bisa menambah pengetahuan saya soal kopi. Penyajiannya juga bagus,” ungkap dia.

Demikianlah yang hanya bisa saya sampaikan, semogga bermanfaat untuk semuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar